Konon, dulunya dia adalah sarang para penjarah hutan, tempat transaksi kayu-kayu yang dijarah dari TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser). Lokasinya memang sangat terpencil, susah dijangkau oleh orang luar, kecuali oleh orang-orang yang terlibat pada bisnis illegal logging. Namanya Tangkahan, terletak di antara desa Namu Sialang dan Sei Serdang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Entah bagaimana awalnya, sekelompok pemuda dan warga setempat tumbuh kesadarannya bahwa hutan yang jadi sumber hidup itu tak akan bertahan lama jika pohon-pohonnya terus dibabat. Belum lagi resiko berhadapan dengan hukum. Ada juga diantara mereka yang mendekam dalam penjara karena mengambil kayu dari hutan negara itu.
Berawal dari kesadaran itulah mereka mencoba mencari alternatif untuk tetap mendapat manfaat ekonomi dari hutan tanpa harus merusaknya. Bisnis pariwisata berwawasan lingkungan pun dicoba. Paket-paket wisata seperti berjalan di hutan, arung jeram, susur gua, tubing (berhanyut di sungai dengan menggunakan ban), menginap di cottage sederhana di bibir rimba, berkemah, pun dipromosikan. Aneka lokasi yang potensial dikunjungi atau untuk area bermain, juga mereka petakan.
Tidak gampang memang. Wisatawan tidak segera datang, sementara dapur-dapur rumah tangga harus tetap mengepul. Anak-anak juga harus sekolah. Belum lagi pada masa itu, siapapun yang meneriakkan penyelamatan lingkungan sangat gampang dituduh anti pembangunan dan tidak berpihak pada kepentingan ekonomi nasional. Musuh mereka bisa saja pebisnis kayu, aparat yang berselingkuh, bahkan kerabat yang menggantungkan hidupnya dari bisnis hitam logging tersebut.
Di awal ide eko wisata ini mulai diuji coba, awal tahun 2000-an, jalan menuju ke lokasi wisata masih belum layak benar, melewati jalanan perkebunan sawit yang biasanya hanya dilewati kendaraan khusus karena penuh lubang dan berlumpur. Setidaknya butuh waktu lima jam berkendara dari Medan, ibukota Sumatera Utara. Kendaraan umum pun hanya dua kali sehari, bus tua bernama Pembangunan Semesta.
Tapi kini jerih payah mereka sudah berbuah. Setiap musim liburan di belahan bumi Eropah dan Amerika, penginapan-penginapan mereka dipenuhi oleh wisatawan asing. Sementara pada masa liburan sekolah di dalam negeri, seperti lebaran dan tahun baru, wisatawan lokal tumpah ruah.
Ada yang sekedar ingin menikmati segarnya air sungai Buluh dan Batang Serangan -dua aliran sungai yang berperan sangat penting pada sistem pengairan wilayah ini, melakukan tracking ke dalam hutan, atau membeli paket memandikan dan menunggang gajah.
Yang terakhir ini, adalah atraksi tambahan yang hadir belakangan namun menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Ada sejumlah kritik atas atraksi ini karena dianggap mengeksploitasi satwa liar, namun pengelola memiliki pandangan sendiri karena gajah-gajah yang mereka berdayakan disebut berasal dari gajah liar yang diselamatkan setelah berkonflik dengan masyarakat, dan pendapatan dari bisnis itu ditujukan untuk mendukung konservasi. Paket inipun dibandrol dengan harga yang lumayan tinggi, hingga sangat terbatas yang bisa ikut mengendarainya.
Selain karena alam yang asri, harga-harga yang bersahabat sepertinya juga jadi nilai tambah. Sebagai gambaran, harga penginapan di sana pada umumnya hanya berkisar Rp.100.000,- hingga Rp. 300.000,-, meski ada juga Villa yang berharga di atas satu juta Rupiah.
Waktu tempuh pun semakin singkat, cukup tiga jam berkendara dari Medan, karena jalan sudah banyak perbaikan. Kendaraan umum yang masuk pun kini bertambah banyak.
Seiring dengan bertambahnya pengunjung, muncul pula kekhawatiran akan berkurangnya keasrian dan keoriginalitasan alam Tangkahan ini. Untuk itu banyak pihak yang berharap agar segera diberi perhatian khusus, terutama untuk penanganan limbah dan penataan lapak-lapak dan bangunan.
“Sebelum terlambat, sebelum rusak seperti kebanyakan tempat wisata lainnya” ucap Desi, seorang pengunjung yang berkemah dengan keluarganya di tepi sungai Batang Serangan, sambil mencontohkan beberapa kawasan wisata alam di Sumut lainnya yang menurutnya salah urus. (SI)
Alam sekitar sungguh menakjubjan. Tinggal perawatan Jalan dari Stabat menuju Lokasi perlu di perhatikan oleh Pemkab setempat.
Terimakasih atas perhatiannya pak. Sebagai informasi tambahan, jalan dari kota Stabat sudah mulus pak, tinggal 20 menit sebelum Tangkahan yang masih berupa jalan tanah.